Islam dalam pandangan tokoh pembaharu; KH. Ahmad Dahlan


Berbicara mengenai agama islam dan peradabannya dari masa klasik-modern tidak terlepas dari tokoh-tokoh muslim pembaharu. Kontribusi  keilmuan dalam persoalan aspek kehidupan manusia mengenai tentang revitalisasi beragama, revolusi mental dan moral dan reformasi tatanan struktur sosial umat beragama, semua berasal dari sebuah nilai sejarah yang terjadi pada setiap zamannya.

Dalam perkembangan mengenai soal tajdid tidak terlepas sebagai pembaharuan keagamaan yang berbentuk melalui pembaruan dan gerakan. Persoalan sosial umat dalam islam modern tidak jauh dari pembahasan tajdid, adanya berbagai corak atas kecenderungan memunculkan pemahaman gerakan salafi yang memiliki orientasi pada persoalan aspek aqidah dan ubudiyah.

Munculnya gerakan reformis-modernis yang memiliki goal orientasi paradigma baru dalam praktek beragama yang dikorelasikan antara sains dan agama menjadi kekuatan untuk menjayakan peradaban islam dan berusaha mensadarkan kebutaan sains dan kejumudan praktek beragama umat islam untuk lebih dinamis dan modernis.

Sehinggal muncul para tokoh pembaharu salah satunya adalah gerakan organisasi Muhammadiyah yang reformis-modernis yang merupakan  salah satu warisan Ahmad Dahlan, hasil dari refleksi penghayatan hidup melalui sinergitas antara akal dan wahyu memunculkan sebuah gagasan segar dan mewujudkan gerakan yang relevan dengan zaman.

Selanjutnya pemikiran Ibnu Taimiyah, corak pemikirannya bersifat empiris-rasionalis. Dalam pemahaman empiris ia mengakui bahwa kebenaran itu hanya ada dalam kenyataan bukan dalam pemikirn dan rasionalis tidak mempertentangkan antara akal dan naql ( AL-Quran dan Hadits) yang shohih. Ia menolak logika sebagai metode berpikir deduktif yang tidk dapat digunakan untuk mengkaji materi keislaman secara hakiki. Ada beberapa macam pembaharuan yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah yaitu sebagai berikut:
1.    Memurnikan paham tauhid, menemtang segala bentuk bid’ah, tahayul dan khurafat. Pandangan beliau mengenai tentang aqidah-tauhid yang benar berasal dari aqidah bukan dari dalil-dalil rasional filosofis.
2.    Umat islam diajarkan untuk spirit dalam menggali ajaran-ajaran islam dari Al-Quran dan Sunnah serta menggunakan metode berfikir salaf.
3.    Diperlukan sebuah ijtihad untuk kembali pada Al-Quran Hadits menentang taqlid artinya menolak sikap umat islam yang mengekor para mujtahid.
4.    Didalam berijtihad tidak terikat pada mazhab artinya para pendapat siapa saja boleh diambil dengan catatan yang kuat dan tepat tidak berdali pad nafsu.
5.    Dalam bidang hukum berupaya pada kekuatan hikmah tidak hanya berdasarkan illat.
Pembaharuan selanjutnya yaitu dilakukan oleh Muhammad Ibn Abdl Wahab tidak jauh berbeda dengan tokoh seblumnya mengenai tentang tauhid, yaitu sebagai berikut:
1.    Tauhid dibagi menjadi tiga, yaitu Rubbubiyah, Uluhiyah dan Al-asma wa al-sifat.
2.    Tidak setuju dengan pendukung tawasul, mencari perlindungan kepada batu , pohon, ataupun kepada selain Allah SWT.
3.    Sumber-sumber syariah adalah Al-Quran dan sunnah serta tidak berani menggunakan akal dalam menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat oleh karena itu untuk mengikuti generasi penafsir al-salaf al sholih, sumber kedua adalah sunnah dan ketiga adalah ijma.
4.    Pentingnya paksa syariah di masyarakat yang otoritas tertinggi di tangan khalifah atau imam bertindak atas dasar saran ulama dan pentingnya jihad untuk menegakan syariah.

Bahkan masih banyak tokoh pemikir serta pembaharuan yang mereka lakukan dalam memandang sebuah pemahaman kebenaran, namun dalam warisan fundamentalis keislaman Muhammadiyah dibahas terkait Tauhid yang lurus yaitu memandang bahwa tauhid adalah inti dan esensi ajaran islam, dan seluruh acuan norma-etik agama islam merupakan pedoman dan petunjuk untuk memanifestasikan ajaran tauhid, bagi masyarakat muhammadiyah dari doktrin tauhid tersebut mengalami polarisasi makna tauhid lainnya, sepeti konsep kesatuan penciptaan, kesatuan kemanusiaan, kesatuan pedoman hidup dan kesatuan tujuan hidup (Amien Rais, 1998:125) keyakinan muhammadiyah tentunya sama dengan dengan keyakinan tauhid kelompok lain, namun perbedaannya, muhammadiyah menegaskan bahwa tauhid dalam tataran implementasi praktis juga harus tauhid yang murni dan menghindari praktik keagamaan yang menyimpang.

K.H. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah memberikan apresiasi terhadap sufisme, hal tersebut dapat dlihat dari cara kehidupan dalam keseharian  beliau  bahkan nampak dalam perkataan beliau juga yaitu “Agama bukan barang kasar yang harus dimasukan kdalam telinga tetap agama islam afalah agama fitrah. Artinya, ajaran yang cocok dengan kesucian manusia. Sesungguhnya agama bukanlah agama lahir hanyalah bekas dan daya ruh agama” (Yunus Slam, 1968:51). Munir Mulkan bahkan mengatakan kehidupan “Kehidupan keagamaan Ahmad Dahlan sama dengan tasawuf Al-Ghazali, seluruh perilaku dan tindakan beliau senantiasa di motivasi oleh dzikrullah.” bahkan Ahmad Dahlan pernah mengatakan “Jangan katakan kamu berani mati untuk Tuhan, tapi katakanlah kamu berani hidup untuk Tuhan.”

Dengan pemaknaan tersebut maka “Sufisme Muhammadiyah” adalah sufisme terapan dan implementatif, yaitu seorang muslim khususnywarga muhammadiyah dalam perilaku kesehariannya harus senantiasa merasa di kontrol dan berada dalam pengawasan Tuhan. Jadi sufisme muhammadiyah merupakan metodologi, visi awal muhammadiyah di dirikan karena kegelisahan K.H. Ahmad Dahlan melihat maraknya pemahaman sinkretisme saat itu terutama terkait Tahayul, Bid’ah dan khurafat. Muhammadiyah mengharamkan praktik keagamaan lokal (Tanya jawab agama, 149) selain itu Muhammadiyah mengharamkan praktik tarekat dan sikretisme. Pengharaman tersebut memiliki alasan kuat yaitu sinkretisme menyebabkan umat islam telah menjauhkan umat islam dari Tuhan dan sinkretisme menyebabkan umat islam menjadi  bodoh, sehingga bangsa indonesia terjajah. (Munir Mulkan, 2000:117).

Islam agama sempurna dan umat terbaik Muhammadiyah memandang dan meyakini bahwa agama islam adalah agama paripurna, sempurna, mandiri,otentik dan tidak terkena pengaruh dari luar, Islam adalah yang mengatur segala sesuatu hal, baik yang menyangkut hubungan antara Allah SWT. dengan makhlukNya dan makhluk dengan makhluk. Muhammadiyah memandang dan meyakini bahwa generasi pada Nabi Muhammad SAW. dan para sahabat adalah generasi  yang paling ideal dibaning dengan generasi lainnya, paling mendekati sempurna dalam pengamalan ajaran agama islam. Sehingga Muhammadiyah bukan hanya sebuah nama persyarikatan atau kelompok, melainkan lebih dari itu yaitu keinginan supaya gerakan ini menjadi uswah Nabi Muhammad SAW. dan generasi awal yang paling ideal. (Tanya Jawab Agama, 1998:9)
Mengingat kedudukan sentral pemikiran Kyai dalam gerak pemikiran Muhammadiyah maka menjadi sangat penting untuk memahami pokok-pokok pikiran pemikiran K.H. Ahmad Dahlan seperti yang terdapat dalam karyanya. Amin Abdullah (2001) menyatakan bahwa K.H. Ahmad Dahlan memiliki ciri khas yang berbeda dengan para pembaharu lain yang banyak meninggalkan  karya tulis. K.H. Ahmad Dahlan merupakan tipe pembaharu “ a man of action” bukan “a man of thought”. Beliau menafsirkan islam sebagai realitas yang dinamis dan hidup. Tafsir sosial islam yang dilakukan K.H. Ahmad Dahlan menyuarakan kepentingan pemihakan kepada kontruksi-kontruksi sosial yang marginal, terjajah, dan tertindas oleh sebuah sistem otoritas/struktur sosial yang opresif. Begitu pula pemikiran tentang pentingnya sikap terbuka dan kesediaan untuk belajar kepada orang lain, walaupun kepada orang yang berbeda agama. Tampak jelas bahwa  K.H. A hmad Dahlan,  islam merupakan ajaran untuk pencapaian kesejahteraan dan perdamaian seluruh umat manusia.

Oleh : Nur Intan Fitriani
(Kader IMM FIP UMJ)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Karena Ikatan Membuat Aku Dan Kamu Menjadi Kita”

Bersama Allah Aku Tak Lagi Mengenal Kata Bersedih

Memahami Perempuan: Tak Segampang itu