KAMU PERGI, AKU SEPENUHNYA MATI

Oleh : Muhammad Aria Firdaus

(Sekretaris Bidang Riset Pengembangan Dan Keilmuan PK IMM FIP Periode 2022/2023)

 

KAMU PERGI, AKU SEPENUHNYA MATI

            Cerita ini untuk menemani dikala kalian patah, pupus, dan hampir menyerah. Ingatlah kalian tidak sendirian.

            Dimensi yang awalnya suka dan bahagia kini berubah menjadi luka dan duka, diri ini hanya ingin mengakhiri. Adakah cara lain untuk membuatnya berakhir tanpa harus menyakiti diri ini, entah yang bersangkutan dengan hati ataupun jiwa. Bodoh bukan jika diri ini hilang arah hingga tak tahu diri ini akan ke mana, karena sosok dia yang merubah suasana hati.

            Andai pertemuan itu tak pernah mengukir sebuah perasaan hanya sebatas perkenalan. Andai bukan kamu orangnya yang membuat hati ini kembali rapuh. Andai saja kita tau hal sederhana dalam sebuah kebahagiaan adalah sebuah kebersamaan, mungkin semua akan baik-baik saja. Bahkan diri ini masih saja berandai-andai layaknya seekor burung pungguk yang merindukan sang bulan.

            Sayangnya, ini bukan tentang film Dilan 1990 yang semuanya terlihat romatis dan bahagia. Ini adalah sindrom cotard ketika aku merasa kecil, disudutkan, dan mati. Bahkan ketika diri ku merasa paling besar hingga dunia pun tak ada lagi ruang untuk ku dan ya, jalan keluar satu-satunya ialah pergi meninggalkan dunia ku.

            Sebelum aku menghilang dalam kegelapan, kamu datang bagaikan seorang pahlawan yang membawa lentera dan menuntunku menuju ke tempat yang menunjukkan terang benderangnya dunia. Setelahnya, lentera itu pun padam dan genggamanmu pun ikut menghilang. Dirimu benar-benar hilang dari pandangan.

            Pada dasarnya aku yang hampir menghilang kini menjadi tenggelam dalam sebuah kesenangan. Karena mu yang membuatku kembali pada sebuah angan yang menghapuskan luka, membawa tawa serta mengukir kisah tanpa tahu akhirnya seperti apa.

            Terima Kasih kepadamu yang mengembalikan sindrom itu kepadaku.

            Untuk mu yang telah mengajarkan ku tentang menaruh sebuah perasaan pada seseorang adalah seni paling sederhana dalam menyakiti diri. Bukan tentang sebuah film romantis ataupun drama seorang remaja, melainkan kisah kita seperti hidung dicium, pipi digigit.

Aku yakini bahwa kamu benar, patah hati itu begitu nyeri. Sampai mungkin, kamu butuh orang lain untuk mengobati.

Lagi-lagi kamu benar, tidak mungkin menguak sebuah teka-teki tanpa sebuah bukti. Kamu pergi, meninggalkan sebuah misteri yang harus dicari-cari

Kalo boleh aku mengutip lagu komang untuk menggambarkan dirimu “Sebab kau terlalu indah dari sekedar kata, dunia berhenti sejenak menikmati indahmu” Mungkin itu lirik yang sangat cocok untuk mu.

Dari berbagai hal yang telah aku lalui bersamamu, aku pun banyak belajar. Mengenal mu adalah sebuah anugerah yang tak tergantikan. Mengenal mu adalah kesempatan yang hanya sekali dalam kehidupan, dan mengenalmu juga, itu adalah kebodohan terbesar yang pernah aku lakukan, karena aku terjebak dalam lubang dangkal yang kamu suguhkan sejak awal pertemuan.

            Ini bukan lagi membahas tentang mau atau tidak mau untuk bertahan dalam keadaan sulit, Tetapi apakah pantas bertahan kepadamu yang sudah pupus dalam pandangan dan turut membuang ku dalam jurang kegelapan. Untuk bertahan bukankah membutuhkan sebuah alasan? Sesuatu yang argumentatif untuk bertahan? Orang yang meyakinkan dengan hati dan pikiran yang berkehendak bersamaan? Kini, yang terpenting sekarang adalah ku ucapkan selamat tinggal kepada dunia yang tak seindah namanya, aku pamit. Mencari tempat yang tak akan pernah ku jumpai kau di dalamnya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Karena Ikatan Membuat Aku Dan Kamu Menjadi Kita”

Bersama Allah Aku Tak Lagi Mengenal Kata Bersedih

Memahami Perempuan: Tak Segampang itu