ADA RINDUKU DI SENJAKALA

Oleh : Izharuddin Muhammad Isfahani

(Kader PK IMM FIP 2021)


 ADA RINDUKU DI SENJA KALA

Senja adalah salah satu keindahan yang diperlihatkan cakrawala untuk bumi, karena dengan adanya senja aku bisa menitipkan rindu kepadanya untuk sementara, walaupun pada akhirnya malam yang membuatnya pergi. Jika datangnya malam yang mengharuskan senja untuk pergi maka ia akan pergi. Tapi ketahuilah, senja akan berusaha untuk kembali meskipun harus menunggu hari berganti. Namun ini bukan hanya tentang senja, tapi diriku juga.

Aku tidak tahu mengapa senja hanya sebatas untuk singgah di kaki langit, apa karena senja ingin mengajarkanku bahwa di setiap pertemuan ada perpisahan? Lalu bagaimana jika dalam pertemuan itu memiliki kesan yang tidak bisa dilupakan? Mungkin itu bisa menjadi salah satu alasan terciptanya rasa rindu pada diri manusia. Tentang rindu yang kurasa ini, tampaknya aku salah jika berharap lebih padamu, dan mungkin perasaanku juga salah karena masih terlalu takut untuk mengungkapkannya padamu. Namun aku juga tidak ingin berlama-lama meratapi rindu yang tak kunjung pergi ini.

Senja sudah biasa menjadi tempatku untuk menuangkan sebuah perasaan yang terasa gundah dalam hati. Aku memang kerap kali selalu menunggu senja dari sudut cakrawala, di kampus ketika waktu sudah mulai mendekati pukul 16:30 aku selalu bergegas menuju jendela, berharap datangnya senja yang dapat memanjakan mata dan menitipkan rinduku yang tak sempat diucapkan kepadanya dengan kata-kata.

“Senja.. hari ini aku merindukannya, walaupun tadi aku bertemu dengannya tapi aku tak sanggup untuk menyapanya, ada sesuatu yang membuatku merasa gugup ketika berpapasan dengannya, entah apa?” Ucapku pada senja di sudut cakrawala.

Aku yang sedang menuangkan perasaanku pada senja tiba-tiba seorang teman menepuk pundakku, lalu bertanya.

“Sedang apa sanja di situ? Melihat senja ya?” Tanya seorang temanku.

“Ya.. begitulah, sekalian mengistirahatkan pikiranku ini. Karena disaat melihat senja, aku selalu merasakan ketenangan dalam diri, sehingga senja menjadi tempatku untuk beristirahat ketika sudah melewati hari yang melelahkan” Jawabku dengan pandangan menatap langit.

Setelah mendengarkan jawabanku, tak lama temanku mengajak untuk pergi ke kedai kopi terdekat dan aku pun menerima ajakan tersebut. Ketika sudah berada di kedai kopi, aku dan temanku duduk di sudut kedai yang dapat melihat langit, sambil menunggu pesanan kopi yang sudah dipesan. Lalu temanku bertanya lagi.

“Sedang memikirkan seseorang ya?” Tanya temanku.

“Ya.. sedikit sih, makanya aku tadi langsung bergegas ke jendela lalu melihat senja. Mungkin untuk meredakan hal itu dari kepalaku.” Jawabanku dengan nada yang gugup.

“Sepertinya kamu juga sedang memikirkan seseorang? Hmm... kamu mikirin Ranjani ya Sanja” Ucap temanku sambil tersenyum.

“Loh.. kok kamu bisa tahu?” Tanyaku dengan nada yang panik.

“Hahaha... sudah kuduga, soalnya ketika di kelas tadi kau selalu mencuri-curi pandangan padanya, aku tidak sengaja memperhatikannya dan ternyata dugaanku benar.” Jawab temanku dengan senyum yang merekah.

“Dugaanmu benar seperti apa?” Tanyaku dengan nada yang panik.

“Kamu menyukainya kan?... ayo jujur saja, tenang aku tidak akan memberitahunya pada siapa-siapa kok! Aku malah mendukungmu” Ucap temanku dengan tersenyum.

“Ya.. aku memang menyukainya, tapi aku tak tahu alasan menyukainya itu apa dan sampai saat ini aku masih belum bisa menemukan alasanku menyukainya” Jawabku sambil tersenyum.

“Itu bukan lagi sekedar rasa suka, tetapi kamu sudah jatuh cinta padanya Sanja. Karena cinta itu tidak bisa didefinisikan kalau sudah cinta ya cinta, tidak ada alasan yang lain” Ucap temanku sambil menepuk bahuku.

“Mungkin kamu benar, aku tidak pernah tahu alasan perasaan ini ada, seolah-olah hadir dengan sendirinya” Jawabku dengan tersenyum.

“Berarti kamu melihatnya bukan sekedar dari sudut pandangmu, tetapi cinta dalam dirimu yang sudah melihatnya” Ucap temanku.

“Tapi mengapa jika cinta dalam diriku yang melihatnya, aku tak mampu mengungkapkannya” Tanyaku dengan serius.

“Ya.. mungkin memang belum waktunya untuk diungkapkan, hmm... coba kamu lihat senja disana? Indahkan, dari senja kita bisa ambil kesimpulan bahwa semua memiliki waktunya masing-masing” Jawab temanku dengan tersenyum.

Mendengar apa yang dibicarakan oleh temanku, aku seolah-olah mengerti dengan apa yang dimaksud dari apa yang dimaksud itu. Namun tentang rindu yang sedang kurasa ini, aku hanya bisa menitipkannya pada senja dan berharap rindu itu tersampaikan kepadanya. Mungkin saat ini aku memang masih seperti biasanya yang merindukanmu dengan cara sederhana, mengejarmu dengan cara yang wajar, mencintaimu dengan sepenuh jiwa dan raga, lalu menyakitimu adalah hal yang tidak aku ingin. Walaupun entah sampai kapan aku harus seperti ini, setidaknya aku selalu bersyukur dengan apa yang telah semesta berikan. Lalu aku pun tersadar, ternyata dalam kehidupan ada kalanya kita perlu bersujud, ada kalanya kita perlu berdoa dan ada kalanya kita perlu berusaha. Sehingga diriku percaya bahwa setiap manusia akan merasakan bahagia ketika telah tiba waktunya.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Karena Ikatan Membuat Aku Dan Kamu Menjadi Kita”

Bersama Allah Aku Tak Lagi Mengenal Kata Bersedih

Memahami Perempuan: Tak Segampang itu