MEMBALIKAN REALITA



MEMBALIKAN REALITA

Di awali dengan penindasan kepada sesama makhluk hidup terjadi di alam semesta terhadap makhluk-makhluk lemah tak berdaya penindasan terlukiskan. Dia yang memiliki akal tidak mengfungsikan akal semestinya, terlalu rakus melahab semua apa yang menjadi keuntungan individu bukan banyak makhluk, ia di tuntut dengan gelar khalifah di muka bumi yang bernama manusia. Tuhan mewakilkan kata cenderung ke arah pemusnahannnya yang terjadi dengan realita hari ini, kemudian melalui wabah pemusnahan umat manusia di jalan-jalan maut berada pesan-pesan dan bisingan suara selamat tinggal menggema-gema di dalam telinga, lalu memasuki pikiran dan hati yang sedang resah. Tak berlangsung lama, semua mempunyai massa,namun akan teringat sampai zaman peradaban manusia, ini untuk menyadarkan kini tuhan telah membalikan realita,  kenyataan musibah/wabah tertuju tepat kepada apa yang sudah tuhan tetapkan terhadap kaum penindas yaitu manusia.
Seseorang muslim tidak akan binasa karena adzannya, namun hari ini tempat beribadah seperti tempat sel-sel  penjara yang berada di kantor polisi, gerbang, pintu-pintu tertutup rapat dan pagar atau gerbang pembatas antara jalanan dan tempat beribadah terkunci, gelap, sunyi, hanya ada seseorang pemuda yang sedang membersihkan di dalamnya layak sebuah sel penjara. Tidak boleh ada keramaian alasan itu yang selalu menjadi senjata para pemimpin, seakan-akan kita di bawah lembah kegelapan, hanya seseorang yang mempunyai kepentingan masuk kedalamnya seperti orang tua yang ingin menjenguk anaknya di penjar, ada seseorang membuka kunci gerbang tempat ibadah dan menyalakan alat pengeras suara untuk melantunkan nyanyian yang berjudul adzan. Adzan pun hilang dari esensinya, karena hanya sebagai pengingat tanda masuk waktu sholat, bukan untuk memanggil berbondong-bondong ramai datang karenanya.  manusia dengan manusianya pun berjaga jarak seolah menurunkan serta memudarkan sebuah sosial yang tadinya baik dan bagus menjadi buruk dan jelek, setiap hari ada yang melangkah kan kaki keluar rumah menyusuri jalan tanah sampai di penghujung batas kampung pun tidak ada tempat bersinggah hanya untuk sekedar menyeruput kopi di pagi hari.
Seseorang yang menggali ketakutan kematian akan kehilangan kesucian dari jiwanya, pudar di dalamnya seperti kepulan asap yang berada di dalam suatu ruangan hampa, Mungkin ini akan mengefekan trauma berkepanjangan dan hilanglah arti dari manusia itu sendiri. Hari ini membicarakan sebagai hal yang selalu positif dengan keadaan realita terjadi adalah seperti penjilat yang menutupi hitam-putih kenyataan.

Karya  : G.M Hendrawan
Kader IMM FIP UMJ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Karena Ikatan Membuat Aku Dan Kamu Menjadi Kita”

Bersama Allah Aku Tak Lagi Mengenal Kata Bersedih

Memahami Perempuan: Tak Segampang itu