PAPUA HARI INI, ANTARA KEINGINAN DAN KETIDAKADILAN



PAPUA HARI INI, ANTARA KEINGINAN DAN KETIDAKADILAN


Oleh : Kakanda Immawan Hanan Mukaffa


Ironis memang ketika kita melihat sebuah realitas yang bertolak belakang dengan perwujudan cita-cita bangsa dan Negara. Tragedi yang tidak seharusnya terjadi dalam sebuah kehidupan yang beragam. Indonesia adalah negera multikuturalisme atau disebut Multi Rasial Society, dimana hal tersebut telah diterjemahkan secara sistematis, dan utuh di dalam Pancasila. Menarik memang ketika kita melihat sila ke 3 yaitu Persatuan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan yang Maha Esa, dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Simbol persatuan sebagai wujud dari kesamaan nasib, kesatuan budaya, dan bersama sama ingin mewujudkan cita cita bangsa dan Negara dimana hal yang demikian tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 tentang persatuan. Hal yang tersebut harusnya disadari sebagai sebuah kekuatan untuk terus bersama sama menjaga keutuhan, keamanaan, dan toleransi antara satu dengan yang lainnya. Belum lama ini terjadi tindakan Rasis oleh salah satu kelompok yang menciderai nilai nilai persatuan, kesatuan dan keberagaman. Dalam keberagaman, kehidupan menjadi lebih dinamis. Hal itu terbukti ketika terjadi ketersinggungan yang mengakibatkan terjadi serangkaian peristiwa hingga ramai diperbincangkan oleh masyrakat banyak. Oleh sebab itu marilah sama sama kita kaji problematika dalam beberapa sudut pandang agar tidak terjadi kekeliruan.

Teori konflik digagas oleh Karl Marx dalam studinya mengenai konflik kelas antara borjuis dan proletar. Borjuis sebagai kelompok pemilik faktor produksi memiliki kontrol atas sumber daya. Proletar adalah kelompok kelas pekerja yang tidak memiliki kontrol atas sumber daya. Pembedaan kelas sosial menjadi dua kelompok ekstrim ini muncul dalam konteks industrialisasi di Eropa Barat. Karl Marx membuat teori yang menggambarkan eksistensi kelompok minoritas namun memiliki kekuasaan atas sumber daya dan kelompok mayoritas yang tertindas karena tak memiliki kuasa atas sumber daya. Masing-masing kelas memiliki kepentingan yang saling bertentangan. Kaum borjuis ingin mempertahankan kekuasaannya dan mengakumulasi kekayaannya, sedangkan kaum proletar ingin kekuasaan dan kekayaan didistribusikan secara merata.



Nilai persatuan Indonesia mengandung makna usaha menuju arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya rasa persatuan, maka setiap warga Negara akan mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia.
Adapun hal-hal yang ingin dicapai dalam sila persatuan Indonesia adalah:
1.      Menumbuhkan rasa Nasionalisme
2.      Cinta bangsa dan tanah air
3.      Menggalang persatuan dan kesatuan bangsa
4.      Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggung

Latar Belakang Masalah
            Serentetan peristiwa yang terjadi merupakan dampak dari sebuah tindakan provokasi yang dilakukan oleh sekolompok. Ada 2 peristiwa:
1.      Peristiwa penggerebekan asrama mahasiswa Papua di Surabaya karena ada dugaan/ada yang melihat bendera Merah Putih berada di selokan/parit.
2.      Peristiwa bentrokan yang terjadi di Malang sehingga mendapat reaksi dari Wali Kota Malang untuk mengusir mahasiswa Papua. Ada yang memanfaatkan situasi dan dinamika di lapangan yang dilakukan oleh oknum dengan meneriakan kata kata provokasi “Monyet” yang menjadi akar masalah dari serangkaian peristiwa yang terjadi dalam beberapa waktu belakangan ini. Kata kata provokasi itu seolah menjadi Bola Liar yang memancing kemarahan masyarakat/rakyat Papua.

Menurut Petrodus Mega seorang Antropolog dan juga mantan Presiden Mahasiswa Universitas Cendrawasih berkata, bahwa rakyat Papua akan bejuang apabila: 1. Harta 2. Martabat 3. Nyawa. Tindak rasis dengan kata provokasi tersebut menjadi pemantik kemarahan masyarakat Papua. Hal itu dibuktikan dengan demontrasi di Papua dan Papua Barat yang diantaranya adalah Manokwari, Sorong, Wamena, Timika, Jayapura, Fakfak, dsb. Proses integrasi Papua pada tahun 1969 ke dalam NKRI merupakan sebuah usaha untuk menerapakan nilai persatuan dan kesatuan. Namun dalam prosesnya ada saja yang berusaha untuk menciderai nilai itu. Permasalahan yang terjadi saat ini seolah mengorek luka lama sehingga menimbulkan luka baru yang apabila tidak segera diatasi akan berdampak pada nilai toleransi, dan keberagaman. Itulah beberapa dari banyak masalah yang melatar belakangi serangkaian peristiwa yang terjadi Papua.

KEINGINAN dan KETIDAKADILAN
 Papua salah satu daerah yang mempunyai keindahan dan kekayaan Sumber Daya Alam. Hal itu tidak dibarengi dengan pemerataan pendidikan serta pembangunan infrastruktur yang ada di Papua. Mereka yang seharusnya dapat menikmati kekayaannya sendiri justru seperti seolah warga pendatang yang meminta hak untuk kehidupan yang layak, pendidikan yang merata, infrastruktur yang memedai serta peningkatan kesejahteraan. Mereka seperti termaginalkan.

Aksi/demontrasi yang dilakukan baik oleh rakyat maupun mahasiswa adalah semata mata untuk meminta hak hidup yang lebih baik, peningkatan kesejahteraan, pemerataan pendidikan, serta dapat menikmati. Hanya saja terkadang hal yang demikian dimanfaatkan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) untuk dijadikan alasan ingin menjadikan Papua sebagai Negara sendiri (merdeka). Memang tidak bisa dipungkiri ketika terjadi pemberontakan oleh mereka yang mengatas namakan diri mereka Organisasi Papua Merdeka dengan simbol atau lambang “Bintang Kejora”. Bendera itu adalah sebagai simbol bahwa ada keinginan beberapa kelompok untuk merdeka. Banyak dari masyrakat Papua yang dengan bangga menggunakan simbol tersebut. Oleh karenanya banyak terjadi bentrokan antara aparat keamanan dengan KKB/OPM. Terlepas dari itu semua, kejadian yang terjadi di Malang dan Surabaya membuat sakit hati masyarakat Papua karena Martabat mereka diusik dengan kata provokasi “Monyet”.

 Keinginan dan perjuangan mereka untuk mendapatkan kesetaraan dalam pendidikan, ekonomi, infrastruktur serta kesejahteraan malah direspon oleh tindakan rasis dengan kata provokasi yang memenyebabkan terjadi serangkaian demonstrasi dan bentrokan yang banyak kita saksikan akhir akhir ini. Sumber daya alam Papua terus menerus dieksplotasi namun tidak diseimbangkan atau diikuti dengan kehidupan yang layak, peningkatan kesejahteraan dan pembangunan infrastruktur. Mereka merasakan ketidakadilan. Hal itu diperpanjang dengan tindakan rasis yang terjadi pada saaat penggerebekan asrama mahasiswa Papua. Dugaan yang ditujukan kepada mahasiswa Papua masih belum diketemukan bukti otentiknya. Selain itu, demontrasi yang bebuntut pada respon Wali Kota malang yang berniat mengusir mahasiswa Papua memerpertegas bahwa masyarakat Papua mengalami tindakan diskriminasi atau ketidakadilan.

SOLUSI
1.      Rekonsiliasi antara oknum yang terlibat, pemerintah khususnya presiden, masyarakat Papua.
2.  Perlunya penanaman kembali tentang hakikat, pengertian, dan nilai filosofis dari sila ke-3 yaitu “Persatuan Indonesia”
3.      Adanya penanganan jangka pendek seperti proses rekonsiliasi. Penanganan jangka menengah seperti layanan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dsb. Penangan jangka panjang seperti Pembangunan infrastrukur.
4.      Hilangkan Egonstris, dan kepentingan sekelompok orang.

PESAN
1. Tetap menjaga kondusifitas keamaan dan kedamaian kehidupan berbangsa dan bernegara dengan banyak membaca informasi yang valid, menghindari tindakan diskriminasi, serta menjaga persatuan dan kesatuan.
2. Pemakanaan yang utuh terhadap semboyan “Bhineka Tunggal Ika”
3. Jangan berkomentar sebelum kita membaca dan mengetahuinya.
4. Persatuan dimulai dari kita dan bertujuan untuk kehidupan bersama



Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Karena Ikatan Membuat Aku Dan Kamu Menjadi Kita”

Bersama Allah Aku Tak Lagi Mengenal Kata Bersedih

Memahami Perempuan: Tak Segampang itu