MENELAAH ALASAN DAN REALITAS HIDUP CHILDFREE

Oleh: Zarwatul Jannah   

 

Pendahuluan

Dalam beberapa dekade terakhir, keputusan untuk menjalani gaya hidup childfree yaitu memilih untuk tidak memiliki anak menjadi topik yang semakin sering dibicarakan, terutama di kalangan generasi muda. Pilihan ini seringkali menimbulkan perdebatan, baik dari segi budaya, sosial, maupun moral, karena dianggap menyimpang dari norma umum tentang keluarga. Namun di balik keputusan tersebut, terdapat beragam alasan yang bersifat personal maupun struktural. Mulai dari pertimbangan ekonomi, kesehatan mental, hingga kesadaran akan tanggung jawab besar dalam membesarkan anak. Selain itu, perubahan nilai hidup dan cara pandang terhadap peran perempuan, pernikahan, serta isu lingkungan juga turut memengaruhi keputusan sebagian individu atau pasangan untuk tidak memiliki keturunan. Melalui pembahasan ini, kita akan menelusuri berbagai faktor yang melatarbelakangi pilihan untuk hidup tanpa anak, serta bagaimana masyarakat merespons fenomena ini.

 

Penyebab Orang Memutuskan Childfree

1.      Trauma masa kecil dan latar belakang keluarga

Bagi sebagian individu, keputusan untuk tidak memiliki anak muncul sebagai bentuk perlindungan terhadap luka emosional yang mereka alami di masa kecil, khususnya apabila tumbuh dalam lingkungan keluarga yang penuh konflik, seperti pertengkaran terus-menerus antara orang tua, kekerasan verbal atau fisik, serta pola asuh yang tidak sehat yang menciptakan rasa tidak aman dan trauma jangka panjang. Rasa takut bahwa mereka akan secara tidak sadar mengulangi pola destruktif tersebut dalam membesarkan anak menjadi alasan kuat bagi mereka untuk memilih hidup tanpa keturunan, sebagi bentuk tanggungjawab agar tidak mewariskan siklus yang sama kepada generasi berikutnya.

2.      Beban tanggung jawab dan kondisi finansial 

Keputusan untuk hidup childfree juga seringkali dipengaruhi oleh kesadaran terhadap besarnya tanggung jawab moral, emosional, dan finansial dalam membesarkan anak, terutama di tengah kondisi ekonomi yang semakin tidak menentu, dimana biaya pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar anak terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Banyak pasangan modern yang merasa belum memiliki kestabilan finansial atau menganggap bahwa menunda bahkan tidak memiliki anak adalah pilihan yang lebih realistis dan strategis agar dapat fokus membangun karier, mengejar pendidikan lanjut, mengembangkan usaha, atau meningkatkan kualitas hidup pribadi dan pasangan tanpa harus menghadapi tekanan dan beban tanggung jawab sebagai orangtua.

3.      Masalah kesehatan fisik dan mental

Tidak sedikit pasangan yang memilih jalan hidup childfree karena menghadapi hambatan dari sisi kesehatan, baik itu kesehatan fisik maupun mental, yang secara langsung berdampak pada kemampuan mereka untuk menjalani proses kehamilan, persalinan, dan pengasuhan anak dengan baik. Penyakit kronis seperti endometriosis, PCOS, diabetes, atau hipertensi dapat membuat kehamilan menjadi risiko tinggi, sementara gangguan kesehatan mental seperti depersi, gangguan kecemasan, PTSD, atau trauma masa lalu dapat menyebabkan seseorang merasa tidak stabil secara emosional untuk membesarkan anak dalam lingkungan yang sehar dan suportif. Oleh karena itu, keputusan untuk tidak memiliki anak seringkali diambil demi melindungi kesehatan pribadi serta menghindari potensi dampak negatif terhadap anak yang akan lahir di kemudian hari.

4.      Kekhawatiran masa depan dunia

Semakin meningkatnya kesadaran terhadap permasalahan global seperti perubahan iklim yang ekstrem, degradasi lingkungan, overpopulasi krisis pangan, krisis air bersih, serta ketidakpastian ekonomi dan politik dunia, membuat sebagian orang merasa bhwa membawa naka ke dunia saat ini bukanlah pilihan yang bijaksana. Mereka beranggapan bawha dunia yang semakin tidak stabil dan penuh ketidakpastian bukanlah tempat yang ideal untuk membesarkan anak, dan dalam banyak kasus, keputusan untuk tidak memiliki anak dipandang sebagai kontribusi nyata terhadap pelestarian lingkungan dan pengendalian populasi manusia demi masa depan planet yang lebih berkelanjutan.

5.      Ketidaksiapan mental dan alasan psikologis

Sebagian individu merasa bahwa dirinya tidak memiliki kesiapan mental yang cukup untuk mengemban tanggung jawab sebagai orang tua, terutama dalam hal kedwasaan emosional, kesabaran, dan kapasitas untuk memberikan perhatian penuh terhadap tumbuh kembangan anak. Ada pula yang meyakini bahwa kehadiran anak justru akan menjadi beba emosional, sosial. maupun finansial yang dapat menghambat proses pencapaian tujuan pribadi, seperti kebebasan berkarier, eksplorasi diri, da pengembangan potensi secara optimal. Oleh karena itu, daripada menjalani peran sebagai orang tua secarasetengah hati atau tanpa kesiapan yang matang, mereka lebih memilih untuk menjalani hidup dengan cara yang sesuai dengan kapasitas dan pilihan pribadi mereka.

6.      Keinginan fokus pada hubungan pasangan

Bagi sebagian pasangan, kehadiran anak bukanlah sesuatu yang esensial dalam membangun rumah tangga yang bahagia, melainkan justru dapat menjadi factor yang mengalihkan perhatian dan energy dari kualitas hubungan suami-istri itu sendiri. Mereka meyakini bahwa dengan tidak memiliki anak mereka dapat lebih fokus membangun komunikasi yang sehat, merawat keintiman emosional dan fisik, serta menciptakan ruang yang lebih besar untuk pertumbuhan pribadi dan pasangan, baik dari sisi karier, hobi, maupun gata hidup. Pilihan ini juga mencerminkan pandangan bahwa hubungan pernikahan yang sukses tidak selalu harus ditandai dengan kehadiran keturunan, melainkan dapat dibentuk dari kebersamaan yang berkualitas, saling menghargai, dan kesepakatan bersama dalam menjani hidup.

 

Dampak Orang Memutuskan Childfree

1.      Dampak Positif

Keputusan untuk tidak memiliki anak dapat memberikan dampak positif yang cukup signifikan, tidak hanya bagi individu dan pasangan yang menjalaninya, tetapi juga bagi masyarakat dan lingkungan secaraluas. Dalam konteks demografi, tren childfree mampu membantu menekan laju perumbuhan peduduk, terutama di Negara-negara dengan tingkat kelahiran tinggi,yang selama ini mengalami beban berlebih terhadap pemanfaatan sumber daya alam, ruang pemukiman, dan infrastruktur social. Penurunan angka kelahiran juga dapat meringankan tekanan terhadap lingkungan melalui berkurangnya konsumsi energi, limbah domestik, dan emisi karbon. Selain itu, keputusan ini turut mengurangi potensi munculnya anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang tidak siap secara mental maupun finansial, sehingga dapat menekan angka kemiskinan, kematian bayi, serta kasus pengabaian anak. Secar individual, pasangan childfree memiliki fleksibilitas lebih besar dalam mengelola waktu, finansial, dan kebebasan personal yang bisa digunakan untuk pengembangan diri, karier, kontribusi sosial, atau kegiatan kemanusiaan.

2.      Dampak Negatif

Di sisi lain, gaya hidup childfree juga tidak lepas dari sejumlah konsekuensi negaif, baik dalam konteks pribadi, sosial, maupun budaya. Salah satu dampak yang sering muncul adalah rasa kehilangan terhadap pengalaman menjadi orang tua, yang mungkin baru dirasakan di usia lanjut ketika keinginan biologis atau emosional untuk memiliki anak sudah tidak bisa dipenuhi. Selain itu, apabila keputusan childfree tidak diambil atas dasar kesepakatan yang kuat antar pasangan, perbedaan visi ini bisa memicu konflik internal, bahkan perpecahan dalam rumah tangga.

Dalam perspektif keagamaan, khusunya Islam, tidak memiliki anak juga bisa dianggap sebagai kehilangan kesempatan mendapatkan pahala amal jariyah dari aak saleh, serta sebagai bentuk penyimpangan dari nilai keluarga ideal yang dianjurkan. Lebih jauh lagi, secara makro, peningkatan agka pasangan childfree dapat memengaruhi regenerasi penduduk dan menurunkan produktivitas sumber daya manusia, yang pada akhirnya berdampak pada pembangunan ekonomi, pendidikan, dan keberlanjutan nilai-nilai budaya dan spiritual suatu bangsa. Dalam kehidupan sehari-hari, individu childfree juga berisiko mengalami kesepian atau kurangnya dukungan sosial di hari tua, mengingat anak dalam banyak budaya masih dianggap sebagai pengikat emosional dan sosial dalam kehidupan rumah tangga.


Kesimpulan

Pilihan gaya hidup di mana pasangan suami istri secara sadar memutuskan untuk tidak memiliki anak sepanjang hidup meeka. Pilihan ini didasari oleh berbagai faktor, baik itu faktor pribadi, lingkungan, maupun keyakinan masing-masing. Childfree bukan sekadar tren, tetapi merupakan pilihan  hidup yang semakin diterima di berbagai kalangan, meskipun masih seringkali menghadapi stigma dan tekanan dari masyarakat dan keluarga.


Daftar Pustaka

https://www.detik.com/sumbagsel/berita/d-7635069/apa-itu-childfree-inilah-dampak-positif-dan-negatifnya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDIDIKAN KARAKTER PERSPEKTIF K.H. AHMAD DAHLAN

PERAN MAHASISWA DI ERA 4.0

Apa kabar Pendidikan ?