PROPAGANDA DAN ALIBI DALAM SEPTEMBER HITAM
Banyak
sejarah yang mencatat pada bulan September ini adalah bulan yang kelam bagi negara
dan masyarakat Indonesia. Ketika kita menoleh kebelakang pada tanggal 30
september 1965 terjadi pembantaian perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang
menjadi korban dalam peristiwa ini, lalu kita bergerak melangkah ke depan pada
tanggal 8 september 1984 tragedi Tanjung Priok pada masa pemerintahan rezim Soeharto
(Orde Baru), kemudian melompat pada tanggal 24 september 1999 ada peristiwa
tragedi semanggi II, pada tanggal 7 september 2004 terjadi pembunuhan Munir Said Thalib seorang aktivis
HAM Indonesia, kemudian pada tanggal 26 september 2015 terjadinya kasus
penganiayaan seorang salim kancil yang termasuk salah satu promotor aksi
penolakan tambang pasir ilegal di daerah Kabupaten Lumajang, Jawa Timur yang didatangi
puluhan orang tak dikenal dan diseret ke balai desa serta dianiaya hingga
meninggal, selanjutnya belum lama pada tahun 2019 ada peristiwa reformasi dikorupsi.
Berbicara sejarah mungkin masih banyak peristiwa yang terjadi namun tidak
terselesaikan kasusnya sampai saat ini, sebetulnya sudah tidak heran bagi kita
Ketika memahami berbagai banyak peristiwa yang tragis namun tertutup kabut
gelap dan tak terlihat sampai saat ini. Tertimpanya banyak kasus yang
menjadikan alibi pemerintah pada peristiwa sehingga peristiwa lain tertutup
hingga tak ada kabar yang terus menangani selanjutnya, dengan demikian
peristiwa tersebut seperti angin yang berhembus dan hanya menumpang lewat di
depan kita.
Lalu
hari ini September hitam Kembali lagi memayungi negeri Indonesia, dari isu
penundaan pemilu, kasus Polri Ferdy Sambo pada pembunuhan Brigadir J yang belum
terselesaikan dan ditambah dengan naiknya harga BBM yang hari ini menjadi
sorotan paling atas pada aliansi dan masyarakat Indonesia. belum lama pandemic
usai tetapi masyarakat lalu ditimpa lagi dengan beban kenaikan harga BBM,
padahal pada 17 agustus kemarin slogan yang dibumingkan oleh negara adalah Pulih
Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat, lalu siapa yang bisa pulih dan bangkit kalau
seperti ini?
Pada
opini penulis kali ini adalah bukan lebih mensorot pada kasus-kasus yang
terjadi hari ini, tetapi seperti yang sudah saya tulis diatas banyak kasus yang
tenggelam dan hanya seperti hembusan angin lewat depan kita karena banyak kasus
dan masalah yang terus terjadi menimpa. Lalu jika gambaran kita hari ini
merujuk pada kasus sebelumnya apakah kenaikan BBM yang terjadi ini disengaja
untuk menutupi kasus yang sedang terjadi saat ini atau tentang kebutuhan negara
dengan alsan mebengkaknya anggaran subsidi dan kompensasi BBM? Saya mengambil
ada 2 opini pada september yang bisa dikatakan menjadi september di tahun 2022
yang kelam.
Opini
pertama, Khawatir dengan kenaikan harga BBM ini sengaja di buat untuk sebagai
propaganda partai politik sebagai salah satu panggung yang akan dimainkan pada
pemilu 2024 nanti dan menjadi panggung sandiwara pada partai politik yang
bermuka dua, sehingga banyak opini yang menarik tentang kejadian kasus ini
sehingga dengan mudah untuk memainkan peran Ketika mengusungkan CaPres pada
pemilu 2024. Bukan hanya tentang itu saya menggambarkan hari ini begitu
bodohnya jika kita gelap akan hal-hal yang terjadi saat ini, warga jadi seperti
wayang yang dipermainkan dan diarahkan kemana saja sesuai keinginan dalangnya,
Selanjutnya yang menjadi tragis lagi jika kenaikan harga BBM ini dijadikan
sebagai momentum bagi berbagai pihak pada partai politik nanti yang kemudian
menjadi strategi sebagai salah satu persiapan pemilu yang terpenuhi hanya
kepentingan oligarki. Penulis mempunyai pandangan tentang hal ini sebagai
sebagai salah satu permainan politik dan partai yang terkait dalam
kepentingan-kepentingan individu bukan kepentingan pada masyarakat luas.
Opini
kedua adalah mengingat kita pada kejadian yang tidak pernah dilupakan sepanjang
sejarah Indonesia pada tanggal 30 september 1965 yang biasa kita kenal dengan
peristiwa G30S PKI, ini hampir mirip dengan kasus Polri Ferdy Sambo yang
menjadi tersangka dalam pembunuhan Brigadir
J yang mungkin memiliki kartu AS-nya Ferdy Sambo. Ini bukan tentang siapa yang
meninggal atau tentang berapa banyaknya korban jiwa yang meninggal, tetapi ini
tentang penegakan hukum yang terjadi di Indonesia sebagai salah satu negara
hukum, tejadinya kasus ini menyebar ke berbagai pasal yang menjerat tersangka.
Kemudian dalam opini yang kedua ini adalah tertimpanya kasus ini dengan
membumingnya kenaikan harga BBM, kasus
ini menjadi kasus yang seperti terjadi pada kasus-kasus sebelumnya yang tidak
pernah terungkap dan mungkin bisa jadi kenaikan harga BBM ini menjadikan salah
satu momentum juga dari pihak tertentu agar kasus pembunuhan Brigadirr J
tertutup, karena yang terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir J begitu besar
dan banyak sampai pada kinerja dan ke-profesionalitasan menjadi pertanyaan
dalam pasal yang menjerat tersangka yang padahal sebagai seorang polri, yang
terjadi pada kasus ini nantinya akan tertiup seperti angin yang hanya lewat di
depan kita dengan alibi kenaikan harga BBM saat ini menjadi titik fokus pada
masyarakat.
Mungkin
ini hanya sebagian opini penulis sebagai mediator untuk membuka pemikiran
pembaca yang lebih luas di banding saya. Sebetulnya kedua opini yang saya buat
saling berkaitan nantinya pada kasus yang terjadi pada bulan
September-september sebelumnya. Kenaikan harga BBM bukan malah dijadikan
sebagai masalah yang serius tetapi malah menjadi momentum bagi beberapa pihak
dalam melancarkan rencananya agar terpenuhi. Ada banyak tercatat sejarah yang
begitu kelam dan tragis pada bulan September ini sampai mungkin bisa tercatat
pada September tahun 2022 menjadi catatan sejarah yang kelam bagi masyarakat
Indonesia.
Komentar
Posting Komentar