Bedah Buku "Kembalinya Hukum Islam Matinya Positif Law"

Sabtu, 23 November 2019

PK IMM FIP bekerja sama dengan RCC (Riba Crisis Center) mengadakan bedah buku yang berjudul "Kembalinya Hukum Islam Matinya Positif Law" yang menghadirkan penulisnya langsung yaitu Bapak Irawan Santoso, SH.



Hukum adalah tolak ukur kebenaran. Tapi hukum berasal dari dua jenis: natural law dan positif law. Natural law, hukum yang berlandas Wahyu. Positif law, hukum yang bersumber dari rasio manusia. Masa Romawi ditandai dengan natural law. Cicero, praetor Romawi, memperjuangkan bagaimana natural law terus berlaku di Romawi. Hingga masa kaisar Augustus, natural law berganti positif law. Kala itulah hukum positif hadir sebagai corpus luris civillis, yang kemudian dimodifikasi masa Kaisar Juastianus.
Nabi isa Allahi Salam, mengembalikan natural law dan kemudian diadopsi kembali oleh Romawi. Islam kemudian menjejak di Makkah dan Madinah. Natural law turun dengan lengkap. Syariat menjadi sistematika hukum. Berlaku hingga 1000 tahun sampai mas tanzimat di Utsmaniyah, 1840 M.
Masa munculnya islam, mencuatnya Andalusia, Abbasiyah hingga Ustmaniyya, kegelapan melanda Eropa. Kala itu positif law berupaya dikembalikan. Dalam rennaisance hingga masa modern. Revolusi Prancis, 1989. Menjadi titik masa modern, pertanda kembalinya positif law. Kala itu rasio, logos, pondasi positif law kembali dinyalakan. Rasio mengeliminasi kebenaran Wahyu. Rennaisance mengadopsi filsafat mu'tazilah dari belantara islam. Tapi kemudian berlangsung liar tak terkendalu. Tuhan mendefinisikan ulang, menurut rasio. Termasuk soal bagaimana hukum. Munculah 'le contract sociale'  yang melahirkan constitutio, pengganti kitab suci. Dari teori Socrates, Plato, Aristoteles, melalui kaum mu'tazillah, dibawa ke belantara rennaisance. Hingga melahirka 'cogito ergo sum'  ala Descrates hingga 'ratio scripta' ala Immanuel Kant. Hukum positif kemudian mengeliminasi natural law di Eropa. Lalu menambah Daulah Utsmani, masa tanzimat. Dan menjadi hukum baku hingga kini, sebagai parameter 'kebenaran'. Inilah yang melahirkan rechtstaat (negara hukum).
Martin Heideger, filosof abad 20, menyatakan filsafat tak bisa jadi ajang menemukan kebenaran. Heideger, Nietsche, Ernst Junger, dan beragam filosof Eropa modern, memberi gambara positif law berada kebenaran absurd. Disinilah sampai pintu gerbang islam.
Modernist berfikir bahwa hukum positif ala barat bisa diterima muslimin. Logika yang digunakan adalah karena syariat islam mengutamakan maqshid syariat, ketimbang pelaksanaan hukum itu sendiri. Alhasil seiring munculnya negara-negara (state), muslimin pun dibawa ikut-ikutan mendirikan negara. Ikut membuat konstitusi islam, bank islam, partai islam, sampai asuransi islam. Semua pola yang berkembang diikuti dan dianggap sebagai syariat. Inilah fakta tentang kaum yang mengikuti kuffar sampai lubang biawak.
Sultan Abdul Hamid II di Kesultanan Utsmani telah membuktikan bagaimana dia berupaya membawa Utsmani kembali kepada Islam. Beragam rintangan menghalanginya. Tapi setidaknya Sultan Abdul Hamid memberikan bagaimana percontohan bagi muslimin dalam bertindak menghadapi modernis ini.


Cara berpikir modernis secara sengaja atau tidak sadar, telah merasuki jamak kaum muslimin. Inilah yang menuntut umat islam seolah harus membangun rumah sakit Islam menyamai rumah sakit kuffar, sekolah dan perguruan tinggi islam, sampai bank-bank Islam. Yang paling parah adalah tatkala memaksakan pola qiyas untuk memasukkanya dalam fiqih. Misalnya presiden di-qiyas-kan sebagai Ulil Amri Minkum, Perdana Menteri di-qiyas-kan dengan Grand Wazir, Menteri di-qiyas-kan dengan Wazir, negara di-qiyas-kan dengan Daulah, uang kertas di-qiyas-kan dengan Dinar Dirham yang berupa emas dan perak.
Inilah kekeliruan fatal dari modernis Islam. Hasilnya adalah menghilangkan Islam itu sendiri. Karena hampir 4 abad berjalan, pola modernis ini sama sekali tak membuat kemenangan bagi muslimin. Malah makin memperparah kondisi muslimin. Di era mu'tazilah berkembang sekalipun, nuslimin tak meninggalkan syariat. Tapi di era neo mu'tazilah ini, justru membawa muslimin tercabut dari akarnya: Islam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Karena Ikatan Membuat Aku Dan Kamu Menjadi Kita”

Memahami Perempuan: Tak Segampang itu

PENDIDIKAN KARAKTER PERSPEKTIF K.H. AHMAD DAHLAN