MENYINGKAP SEJARAH IMM: MENELISIK LEBIH DALAM MEMAHAMI DAN MENGENAL IMM
Oleh: Wahdana
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) adalah bagian
yang tak terpisahkan dari organisasi
ortonom Muhammadiyah sehingga
pastilah Muhammadiyah ikut terlibat dalam pembentukannya.
Muhammadiyah membutuhkan IMM untuk mewujudkan cita-citanya dan hal inilah yang menjadi cikal bakal keberadaan IMM. Kondisi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, dunia kemahasiswaan serta kondisi yang
mengelilingi kehidupan Muhammadiyah, semuanya mempunyai pengaruh terhadap keberadaan IMM. Oleh karena
itu, mari kita menelisik lebih dalam
memahami dan mengenal organisasi yang sangat di persoalkan pada masa itu.
Pertama-tama, memahami filosofi di balik tujuan Muhammadiyah mendirikan
IMM yaitu, untuk mengembangkan kader di kalangan mahasiswa. Salah satu cara
yang di usulkan berupa membangun perguruan tinggi melalui Muktamar Muhammadiyah ke-25 di Betawi, Jakarta, yang dipimpin oleh KH
Hisyam. Meskipun pada saat itu, Muhammadiyah belum memiliki perguruan tinggi,
gagasan ini menunjukkan keinginan Muhammadiyah untuk mencetak para ahli,
ilmuwan, dan orang-orang yang memahami dasar-dasar Islam. KH Ahmad Dahlan juga
menekankan pentingnya kembali ke Muhammadiyah setelah menuntut ilmu. Gagasan
ini sejalan dengan pesan dan amanat yang beliau
sampaikan, yang menunjukkan bahwa Muhammadiyah sejak awal berpikir
tentang bagaimana menciptakan kader yang terlatih, baik di bidang ilmiah maupun
amaliah serta siap menghadapi tantangan di masa yang akan datang.
IMM
merupakan wadah pemikiran mahasiswa Muhammadiyah untuk berorganisasi,
berdiskusi, dan mengembangkan potensinya.
Dengan mengenali IMM, kita dapat melihat peran dan potensi organisasi ini dalam
menghadapi tantangan akademik serta sosial yang dihadapi selama masa
perkuliahan. IMM tidak hanya memberikan wadah untuk mengembangkan akademik
saja, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kepemimpinan, kesadaran sosial, dan
semangat berkontribusi kepada masyarakat.
Gerakan IMM memiliki peran yang cukup penting dalam membangun persyarikatan dan kebangsaan. IMM membantu menguatkan kesadaran mahasiswa terhadap pengembangan nilai- nilai keagamaan, meningkatkan kualitas pendidikan, dan nilai-nilai sosial dalam bermasyarakat. Seorang kader harus berupaya dalam mengimplementasikan konsep trilogi sebagai landasan pemikiran dalam bertindak dan menerapkan tri kompetensi sebagai jati dirinya, karena pada dasarnya IMM itu merupakan organisasi perkaderan dan juga pergerakan.
Dibalik
berdirinya IMM, ada anggapan bahwa awal kesalahan dalam membentuk kader
Muhammadiyah, karena munculnya asumsi bahwa Muhammadiyah pada saat itu tidak
perlu dikembangkan, artinya pembinaan kader bisa dipercayakan kepada Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) dan menyatakan bahwa yang telah melahirkan tokoh-tokoh
Muhammadiyah adalah organisasi HMI. Penyebab adanya asumsi seperti ini, karena
banyak keluarga Muhammadiyah yang aktif dalam organisasi HMI, sehingga setiap
ada kegiatan di HMI, tentu tidak lepas dari Muhammadiyah, baik secara pribadi
maupun dalam kelembagaan. Oleh karena itu, sebelum lahirnya IMM, tentu saja
terjadi pertengkaran hebat antara kelompok Muhammadiyah dengan HMI, karena
pihak kelompok HMI cukup akomodatif dikalangan kelompok Muhammadiyah.
Berikutnya,
muncullah para pendiri IMM yaitu, Margono, Sudibyo Markus, Rosyad Shaleh yang
sebagai koordinator, dan sang ide pembentukannya yaitu, Djasman Al Kindi. Para
pendiri IMM tidak hanya berasal dari kalangan
Muhammadiyah saja, Namun ada juga yang berasal
dari kalangan diluar Muhammadiyah. Ada dua tokoh pendiri IMM yang bukan
berasal dari kalangan Muhammadiyah yaitu, Rosyad Shaleh dari kalangan NU dan
Sudibyo Markus dari kalangan gereja. Ini menandakan bahwa Muhammadiyah terbuka
dan menghargai keragaman dari berbagai kalangan dalam berupaya mencapai
tujuannya.
Akhirnya, setelah melalui proses pembentukan selama tiga bulan, Djasman Al Kindi sebagai sang ide pembentukan menjadi
yakin terbentuknya organisasi ini melalui mahasiswa lembaga dakwah. Setelah
itu, didirikanlah organisasi bernama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pada tanggal 29 Syawal 1384 H atau 14 Maret 1964 M. Organisasi ini diresmikan oleh pimpinan pusat Muhammadiyah yang diketuai oleh KHA
Badawi dan disaksikan oleh badan pembantu pemerintah Yogyakarta yaitu, H
Tanhawi. KHA Badawi juga menandatangani Enam Penegasan IMM sebagai bentuk
pembukaan berdirinya organisasi ini.
Tujuan dari organisasi ini adalah untuk membentuk akademisi Islam yang
berakhlak mulia dalam mengedepankan cita-cita Muhammadiyah, yang artinya
sebagai anak kandung harus mewarisi kepribadian orang tuanya. Muhammadiyah
menerapkan gerakan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, sehingga IMM harus memposisikan
dirinya dengan gerakan yang serupa. Untuk pertama kalinya, kegiatan IMM berupa gerakan keagamaan dan pelatihan kader, Sehingga IMM pada waktu itu sering disebut dengan kelompok belajar
mahasiswa Yogyakarta.
Keberadaannya cukup menimbulkan kontroversi, maka timbul pula konflik antara pihak yang mendukung dan pihak yang menentang. Hal ini dapat dimaklumi karena banyak tokoh-tokoh Muhammadiyah yang sangat dekat dengan HMI. Namun, setelah mencermati berbagai faktor disekitarnya, Muhammadiyah mulai menyadari bahwa HMI yang semula merupakan wadah pembinaan kadernya, secara tidak langsung mempunyai arah pergerakan tersendiri. Fakta membuktikan bahwa proses pembentukan kader tidak bisa diserahkan begitu saja kepada pihak lain, karena proses pembentukan kader pada akhirnya akan menghasilkan satu gagasan.
Tidak hanya itu, pembentukan IMM kerap dikambinghitamkan atas
permasalahan Partai Masyumi dan pembubaran HMI. Berawal dari Pengkhianatan Perjanjian Seni Sono 1949, saat itu Muhammadiyah tetap menjalankan serta
menghormati terhadap umatnya
yang sedang berjuang, maka IMM baru muncul setelah
bubarnya Partai Masyumi. Selain itu, IMM juga
sering dikaitkan dengan HMI yang ingin dibubarkan, tetapi faktanya yang terjadi
pada masa itu, HMI sedang terlibat dalam Gerakan
Pembubaran PKI di tahun 1964. Sebenarnya IMM telah dibahas
sebelum tahun 1964, yang berarti ada harapan akan lahirnya organisasi
ini sejak tahun 1950, lebih tepatnya tahun 1956,
dan pada tahun 1962 sudah merencanakan kapan berdirinya IMM. Di tahun 1962, HMI berada pada puncak keberhasilannya dalam keterlibatan masyarakat dan berada pada posisi kepemimpinan relatif baik dari
segi kuantitas maupun kualitasnya.
Singkatnya, memahami
dan mengenal IMM merupakan hal yang penting
bagi seorang kader. Keberadaanya tidak hanya
memberikan landasan untuk berkembang tetapi juga memperkuat jaringan sosial
dan profesional. Dengan
menjadi kader IMM, seseorang memperoleh pengalaman berharga yang akan membantu menghadapi tantangan di masa depan. Oleh karena itu, seorang kader harus memahami sekaligus
mendukung organisasinya dalam berperan aktif untuk membangun generasi muda yang
jujur, amanah, berbakti kepada masyarakat, serta mencetak kader yang loyal dan
selalu berjuang.
Komentar
Posting Komentar