TERSENYUMLAH GADIS BERMATA SENDU
Anggitha duduk di sudut kamar, memandangi rintik hujan mengetuk jendelanya. Gadis berumur 17 itu memeluk bonekanya, boneka kucing berwarna putih kucel setinggi 1 meter yang paling dia sayang. Tangis belum juga berhenti keluar dari mata Anggitha. “Fubu, hati aku sakit. Kenapa dia tega sekali?” Anggitha semakin erat memeluk boneka kucing penuh jahitan yang sudah kumel bernama Fubu itu. Anggitha selalu mengadu apa pun pada Fubu, dari saat tangannya patah karena jatuh dari sepeda sewaktu kecil, saat semangatnya patah karena tidak masuk sekolah idamannya, hingga saat hatinya patah karena dikhianati sang kekasih. Fubu lah pengganti bunda yang tak pernah sempat ditemuinya, tempat Anggitha berkeluh kesah. “Anggit, makan dulu dong, jangan seperti ini terus.” Suara sang ayah terdengar dari seberang pintu sembari mengetuk. Anggitha tidak menjawab. “Anggit makan dulu yuk. Bahkan menangis pun butuh tenaga.” Kata sang ayah. Masih tidak ada jawaban. Sang ayah ingin mengetuk lagi, tetiba pin